PLTN Jadi Kunci Strategi Energi Menuju Net Zero 2060

PLTN Jadi Kunci Strategi Energi Menuju Net Zero 2060

A Fast Buy PLTN Jadi Kunci Strategi Energi Menuju Net Zero 2060 Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya menjadikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai bagian utama strategi transisi energi nasional menuju target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Langkah ini menandai perubahan besar arah kebijakan energi, dari sekadar alternatif menjadi opsi strategis yang sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan.

PLTN Jadi Kunci Strategi Energi Menuju Net Zero 2060 PLTN Tak Lagi Jadi Opsi Terakhir

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menyampaikan bahwa pengembangan PLTN kini selaras dengan kebijakan nasional serta Asta Cita butir kedua. Fokusnya adalah memperkuat ketahanan dan kemandirian bangsa melalui swasembada energi, pangan, dan air, serta pengembangan ekonomi hijau dan biru.

“PLTN kini menjadi bagian penting dalam peta transisi energi nasional menuju Net Zero Emission 2060, bukan lagi opsi terakhir,” ujar Yuliot saat membuka acara BAPETEN Executive Meeting dan Penganugerahan BAPETEN Award 2025 di Jakarta, Senin (27/10).

Pemerintah menargetkan PLTN pertama beroperasi pada 2032 dan mencapai kapasitas total 44 gigawatt (GW) pada tahun 2060.

Yuliot menjelaskan, Indonesia telah memiliki visi pengembangan tenaga nuklir sejak 1960-an. Hal ini ditandai dengan pembangunan tiga reaktor riset: Reaktor Triga (Bandung, 2 MW), Reaktor Kartini (Yogyakarta, 100 kW), dan Reaktor Serpong (Tangerang Selatan, 30 MW).

Landasan hukum pengembangan energi nuklir juga telah disiapkan melalui beberapa regulasi penting. Di antaranya UU Nomor 10 Tahun 1967 tentang Ketenaganukliran, RPJPN 2025–2045, dan PP Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam peraturan ini, PLTN ditegaskan sebagai bagian integral dari rencana jangka panjang energi nasional.

Dari total target 44 GW, 35 GW akan dialokasikan untuk kebutuhan listrik umum, sedangkan 9 GW diarahkan untuk produksi hidrogen nasional. Dengan demikian, energi nuklir diproyeksikan menyumbang 5% bauran energi nasional pada 2030 dan meningkat menjadi 11% pada 2060.

Meski potensinya besar, Yuliot menekankan bahwa pengembangan PLTN memiliki tantangan besar, terutama pada aspek pendanaan dan durasi konstruksi. Satu unit PLTN membutuhkan investasi sekitar USD 3,8 miliar dengan masa pembangunan 4–5 tahun.

Selain biaya, keselamatan menjadi prioritas utama. Indonesia yang rawan bencana alam harus memastikan setiap tahap pembangunan dan pengoperasian PLTN dilakukan sesuai standar keamanan tertinggi. Pemerintah bekerja sama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan mitra internasional untuk menjamin seluruh proses berjalan aman dan andal.

“Kami memastikan pengawasan dan mitigasi risiko dilakukan secara ketat agar pengembangan PLTN di Indonesia berlangsung aman, efisien, dan berkelanjutan,” tegas Yuliot.

Dengan langkah ini, pemerintah menegaskan transformasi menuju kemandirian energi bersih berbasis teknologi tinggi. PLTN diharapkan menjadi pilar penting dalam menjaga keandalan pasokan listrik nasional sekaligus mempercepat pencapaian target Net Zero Emission 2060.

baca juga :https://www.liputan6.com/news/read/6196924/alasan-sandra-dewi-cabut-gugatan-keberatan-atas-penyitaan-asetnya-gara-gara-kasus-harvey-moeis?page=2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *